Beberapa waktu lalu, ada seseorang yang saya lupa siapa, berbagi sebuah foto di sosial media. Foto itu cukup populer di ranah online dan sering dijadikan materi perang gambar di berbagai forum onlinedi Facebook.

Euforia 1 Muharram 1438 H

Pagi itu, Ahad 2 Oktober 2016 bertepatan dengan hari pertama tahun baru hijriah 1438, ketika jam menunjukkan pukul 09.15 WIB, ratusan pemuda-pemudi...

Cinta Dan Cita-Cita

Dua kata berbeda yang saling berkaitan, berkesinambungan dan saling menguatkan. Emm... bagaimana bisa ? Baiklah, mari sejenak memutar otak, mengingat kembali kisah perjuangan seorang budak. Yang sempat membuat hati Rasulullah retak....

Siapa Lagi?

Siapa lagi ? Tepat sudah setahun terlewat Tapi duhai... Sesal, sedih, marah, benci Melihat semua cerminan diri Siapa lagi ? Tatkala tahun telah berganti

النجاح

Semakin ku kejar, semakin kau jauh... Sepotong lirik lagu yang jika dipandang dari segi perjuangan menggapai kesuksesan hanya akan menambatkan rasa pesimis dalam hati seseorang.

Kisah Gadis Kecil yang Shalihah





Sebuah kisah yang mengharukan tentang keshalihahan seorang gadis bernama Afnan, yang di tuturkan oleh sang ibu, seakan–akan anda mendengar langsung dari ibunya.
 Berkatalah sang ibu gadis kecil tersebut
                Saat aku mengandung putriku Afnan, ayahku meihat mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang ke angkasa. Di antara burung-burung tersebut, ada seekor merpati putih yang cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafisrnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut. 
                Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal di masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut. Afan senantiasa menjauh dari perkara yang membuat Allah murka. Seteleh dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari perkara yang membuat Allah murka. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah sorang gadis yang selalu berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu diatasnya, selalu menjaga sholat-sholatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala SMP mulailah dia berdakwah kepada Allah. Dia tidak pernah melihat kemungkaran kecuali dia membencinya, san memerinyah kepada yang ma’ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya.
                Permulaan dakwahnya kepada Allah adalah permulaan masuk islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya,
                Tatkala aku mengandung putraku abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergainku karena aku adalah seorang karyawan. Ia seorang non muslim. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut non muslimah, dia marah dan mendatngiku seraya berkata, “wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir??, aku siap meniggalakan sekolah, dan melayani kalian selam 24jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!”
                Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata “mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang islam.” Maka aukpun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
                Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya untuk hadir di pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setetah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
                Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan tekagum-kagum  dengan kecantikannya. Semua orang akan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
                Setalh menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kangker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit itu dan berkata “hanya sakit ringan di kakiku.” Sebulan setelah itu dia menjadi pincang. Saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab “hanya sakit ringan di kakiku, akan segera hilang insyaAllah.” Stelah dia tidak mampu lagi berjalan, kamipun membawanya ke rumah sakit.
                Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di salah satu ruangan di rumah sakit itu, sang dokter yang berkebangsaan turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula saat itu seorang penarjemah, dan seorang perwat yang bukan muslim sementara Afnan bernaring diatas ranjang.
                Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Adapun Afnan saat mengetahui hal tesebut dia sangat bergembira dan berkata “alhamdulillah...alhamdulillah...” akupun mendekatkan dia kdi dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata “wahai ummi, alhamdulillah musibah ini hanya menimpaku, bukan agamku.”
                Diapun bertahmid memuji Allah dangan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!
                Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan dengan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
                Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
                Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan membawakan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengetian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata “aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurnya rambut di kepalaku.”
                Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke amerika dengan pesawat terbang. Saat kami tiba di sana, kami disambut oleh dokter wanita yang sebelumnya pernah bekernja di saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya “apakah ekngau seorang muslimah?” dia menjawab “tidak.”
                Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke sebuah ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua air matanya berlinang air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk islam melalui tangannya.
                Di amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya, karana dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebara sampai paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut akan hal tersebut, yang ia khawatirkan adalah perasaaan kedua orang tuanya.
                Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku memlaui Mesenger. Ia bertanya kepadanya “bagaimana menurutmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?” maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi meraka untuk memasangkan kaki palsu sebagai gantinya.” Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat “aku tidak memperdulikan kakiku, yang auk inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara tbuhku dalam keadaan sempurna.” Temanku berkata “setelah aku mendengar jawaban dari Afnan, aku merasa kecil di hadapannya. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana nanti ia hidup, tetapi pikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti ia mati.”
                Kami pun kembali ke saudi satelah kaki Afnan di amputasi, dan ternyata kanker telah menyarang paru-parunya!!
                Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
                Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu sholat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian berwudhu’ dan sholat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!
                Di hari-hari terakhir Afnan, par dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi dia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi ia akan meninggal. Maka itu memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
                Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan bebicara dengannya.
                Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khwatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya namun ia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu menguasai diri lagi dan kuputuskan unutk menuju kamarnya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata “ummi kemarilah, aku ingin menceritakan sebuah mimpi yang telah aku lihat.” Kukatakan “mimpi yang indah insyaAllah.” Dia berkata “aku melihat diriku di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, keluargaku, kalian semua berada di sekelilingku. Semuanya berbahagia kecuali engkau ummi.”
                Akupun bertanya “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpi tersebut?” dia menjawab “aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku.” Benarlah apa yang ia katakan. Aku sekarang ini, saat ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang sangat menusuk di dalam diriku ini, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
                Pada suatu hari aku duduk di dekat Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudai dia terbangun. Dia berkata “ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata “aku ingin mencium pipimu yang kedua.” Aku pun mendekat kepadanya dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya “Afnan ucapkan la ilaaha illallah.”
                Maka dia berkata “asyhadu alla ilaaha illallah.”
                Kemudian dia menghadapkan wajahnya ke arah kiblat dan berkata “asyhadu alla ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanya 10 kali kemudian berkata “asyhadu alla ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah ruhnya.
                Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terdahap diriku. Maka mereka meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin.

Ditulis oleh Ummu Mariah Iman Zuhair